Jumat, 26 Oktober 2012

“Bangsa Ini Bertumpu Pada Kaum Muda Berkualtas”




 “ Jika Hari ini kita ditanya apakah Republik ini kaya raya? Hampir pasti jawaban kita adalah Indonesia bangsa yang kaya raya, kaya akan tambang, minyak, gas, hutan, dan lain-lain. Mengapa sedikit sekali yang menjawab bahwa kekayaan Bangsa Indonesia adalah pada manusia Indonesia, Disini pentingnya kita untuk memunculkan jawaban itu. “

Kawan-kawan seperjuangan, Seperti kita ketahui bahwa republik ini didirikan bukan dengan cita-cita, namun republik ini didirikan dengan janji, Republik ini berjanji kepada setiap anak Indonesia bahwa akan melindungi,  mencerdaskan, mensejahteraan, dan akan memproduksi manusia-manusia berkualitas yang akan memainkan peran di tingkat global. Kita patut bersyukur bahwa sebagian dari saudara-saudara kita sudah terpenuhi oleh janji tersebut.
Tantangan Indonesia pada saat kemerdekaan dahulu sangat luar biasa, tetapi ada satu hal yang menarik, disaat Indonesia berada pada kondisi yang luar biasa sulit, kemiskinan merata, ketidak sejahteraan merata, ketidak amanan di mana-mana, kecerdasan rakyat yang masih sangat minim, infrastruktur yang rusak, dan lain-lain. Namun pada kondisi Indonesia saat itu muncul gelombang Optimesme yang luar biasa dari para pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia, padahal mereka memiliki segala syarat untuk pesimis dalam meraih kemerdekaan namun mereka tetap memilih optimis sebagai jalan hidupnya saat itu karena mereka sadar betul bahwa kemerdekaan mampu menjadi jembatan emas dalam melanjutkan keberlangsungan Indonesia yang lebih baik.
Republik Indonesia didirikan oleh orang-orang yang terdidik, kurang lebih sudah 67 tahun kita (rakyat Indonesia) merasakan kemerdekaan, namun keyakinan para pemimpin kemerdekaan sampai saat ini belum terbukti secara merata sampai ke seluruh pelosok negeri ini, kesejahteraan yang belum merata seakan-akan menjadi bukti bahwa negeri ini belum sepenuhnya merdeka. Mereka juga tidak mau terlahir dengan nasib yang kurang beruntung.
 Disinilah tanggung jawab kita sebagai kaum muda Intelktual (Mahasiswa) untuk lebih mengoptimalkan fungsi “Agent of change” . karena sebenarnya pendidikan bukan semata-mata tanggung jawab tenaga pengajar di sekolah sampai perguruan tinggi, Pendidikan memang secara konsitutional menjadi tanggung jawab suatu Negara, namun secara moral pendidikan juga menjadi tanggung jawab seluruh orang terdidik. Jadi mulai saat ini marilah kita merasakan bahwa pendidikan adalah menjadi tanggung jawab bersama, dengan kita merasa ini menjadi masalah bersama maka kita juga melakukan sesuatu.
Kita yang saat ini masih mengenyam dunia pendidikan ini sudah sepatutnya untuk meluruskan segala sesuatu yang dianggap keliru, jangan pernah merasa ragu atau takut untuk bertanya dan meminta kejelasan seandainya kita merasa dirugikan dalam sistem birokrasi yang sudah keluar jalur, karena ini juga merupakan bentuk eksekusi kita kaum muda dalam meluruskan suatu pendidikan yang berkualitas demi terciptanya perguruan tinggi yang memproduksi sarjana-sarjana berkualitas pula dan siap memberi “kemerdekaan sesungguhnya” bagi Indonesia, Ingat bahwa pendidikan juga menjadi tanggung jawab kita sebagai orang terdidik.
Mari bersama kawan, kita lahirkan optimisme dalam diri kita dan tularkan kepada bangsa ini, bangsa ini sudah menunggu kita kaum muda Indonesia untuk berperan. Berjanjilah pada diri sendiri bahwa anak cucu kita nanti akan hidup dalam bangsa yang sejahtera dan cerdas. Ini waktunya, sudah kenyang kita mendengar cerita-cerita dari yang tua, dan saat ini giliran kita kaum muda meraih cita-cita bangsa.

HIDUP MAHASISWA INDONESIA !!!!

(* tulisan ini terinspirasi dari sambutan Anies Rasyid Baswedan)

Rabu, 03 Oktober 2012

Fenomona KP Di Teknik Lingkungan


        Ada yang salah atau mungkin keliru di dalam tubuh birokrasi Teknik Lingkungan terkait masalah KP, KKN, atau sejenisnya.
kita (Mahasiswa) di tuntut untuk mematuhi aturan yang sudah tertulis dan di tetapkan, memang saat ini kita berada dalam kampus disiplin, kreativitas, dan perjuangan. namun apabila dari si pembuat aturan sudah inkonsisten dengan komitmen yang di sepakati sendiri dalam pelayanan mahasiswa dimanakah cerminan kedisiplinan yang merupakan simbol dari kampus ini?


        Salah satu contoh real yang baru saja saya alami adalah kesulitan dalam mengurus Kerja Praktek atau yang sering kita sebut dengan singkatan KP adalah permasalahan administrasi kampus khususnya di Jurusan yang rumit bahkan terkesan mempersulit kelancaran KP mahasiswa bersangkutan. 
Jelas di dalam buku panduan Kerja Praktek Teknik Lingkungan, untuk syarat KP kurang lebih redaksional nya seperti ini "sudah menempuh minimal 90 sks, IPK lebih dari 2,0 , nilai D maksimal 25%, tanpa E". ada beberapa mahasiswa (termasuk saya) yang merasa sudah memenuhi syarat tersebut walaupun ada nilai E*, alasan yang paling mendasar adalah karena nilai E dan E* itu sangat berbeda, sebagai bukti di dalam transkip nilai jelas tertulis adanya tabel yang membedakan nilai E dan E*, contoh nilai E = 0 mata kuliah, E* = 1 mata kuliah. namun mengapa ketika di minta penjelasan mengenai perbedaan antara dua nilai tersebut Koordinator KP justru menjawab bahwa itu merupakan nilai yang sama artinya dua nilai yang tidak maksimal? jika kita kembali kan lagi mengapa di transkip ada dua baris yang membedakan antara dua nilai tersebut, jelas disini artinya ada perbedaan. dan memang seandainya memang nilai E* menjadi satu faktor yang berdampak tidak bisa berangkat KP mengapa tidak di tulis secara jelas di dalam buku panduan kerja praktek? bukankah buku tersebut yang seharusnya menjadi panutan mahasiswa ketika akan berangkat KP? 

lagi-lagi disini birokrasi tidak bisa memberi cerminan kedisiplinan terhadap suatu peraturan yang telah di sepakati.

        Hal ini sudah sempat saya tanyakan sampai meja wakil dekan 1 dan Dekan Fakultas Teknologi Mineral, ada pernyataan yang cukup mengejutkan dari wakil dekan 1, beliau menjelaskan bahwa ada persepsi yang mungkin tidak sesuai dengan arti buku panduan yang sebenarnya, karena seharusnya jika memang mahasiswa sudah mengambil lebih dari 90 sks dan ada E (bukan E*) itu tetap bisa berangkat KP jika memang di dalam 90 sks tersebut tidak ada E, nilai D tidak lebih dari 25%, dan jika di jumlahkan IPK lebih dari 2,0.
misalnya ada mahasiswa yang sudah menempuh 100 sks dan mempunyai nilai E 2 sks, mahasiswa tersebut tetap masih lolos dari aturan yang tertera di buku panduan karena di dalam 90 sks mahasiswa bersangkutan memiliki IPK lebih dari 2,0, nilai D tidak lebih dari 25%, Namun selama ini yang menjadi tradisi di Teknik Lingkungan seolah-olah menjumlahkan keseluruhan sks yang sudah di ambil.
Dekan FTM sendiri menganggap bahwa memang tidak bisa di samakan nilai E dan E*, karena itu berbeda, beliau juga tahu bahwa di Teknik Lingkungan banyak Dosen atau tenaga pengajar baru yang khawatir membuat suatu kekeliruan dan menjadi budaya di suatu jurusan padahal tidak mengerti asal usul atau sejarahnya.



        Teknik Lingkungan sendiri sampai saat ini masih banyak menyisakan mahasiswa yang belum bisa mengurus KP karena paradigma yang terekam di jurusan ini sedikit keliru, mungkin jika memang hal ini bisa kembali di luruskan sebagaimana mestinya akan menjadi hal positif yang berdampak pada Mahasiswa bahkan mendongkrak kualitas pendidikan di Teknik Lingkungan itu sendiri.

Jangan pernah mau mempermainkan masa depan kawan, 
manfaatkan hak tanya kita sebagai mahasiswa, 
singkirkan dulu rasa takut atau ragu jika anda tidak mau masa depan anda terancam. 
karena sesungguhnya takut atau ragu adalah dinding pembatas antara anda dan kehidupan anda yang lebih baik.

"Apabila dalam diri seseorang masih ragu atau takut dalam melakukan suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun (Ir. Soekarno)"


WE CAN IF WE ARE TOGETHER, AND LETS FIGHT TOGETHER